Kamis, 29 Oktober 2009

Sejauh mata memandang

Persahabatan yang lama tersambung dan silaturahim yang telah ada seperti memudar seiring bumi berputar, inikah bentuk menjadi asing setelah ada suatu perubahan dari saudaranya? Sebut saja pernikahan, setelah menikah, banyak orang beranggapan ia akan semakin jau dari teman san kegiatan pertemanan lainnya. asumsi ini didukung oleh anggapan bahwa setelah menikah, seseorang akan selalu mengurusi dan bersama dengan keluarga barunya. tak ada waktu untuk lingkungan awal sebelum ia menikah.
Beberapa boleh jadi begitu, namun sebenarnya ada hal lain yang justru kebalikan. waktu dan keinginan itu selalu ada pada seseorang yang telah menikah. Namun anehnya justru lingkungan itulah yang mempersempit ruang geraknya di sana. Entah dengan perspektif apa sehingga informasi yang boiasanya lancar ia terima, menjadi jarang bahkan tak pernah ia terima. Teman yang juga terbisa sms ato menelepon untuk hal2 ingin ketemu dan apapun, menjadi berkurang bahkan teman yang biasanya akrab menjadi asing. Seperti ada tembok yang memisahkan keduanya. Apakah tembok itu bernama pernikahan?
Apakah setelah menikah seseorang memang harus menjauh dan orang2 disekitarnya jg harus menjauh? Ah, dalam ranah pemikiran logis sekalipun, pernyataan itu sepertiya tak mewakili keterbukaan nurani. Selama rasul masih diakui sebagai penyampai risalah Tuhan, selama itu pun silaturahmi tetap jalan mencapai kemaslahatan dan mengobati segala macam penyakit.
Jika kemudian pertanyaannya adalah kenapa menjadi asing meski sebuah persaudaraan dikatakan ukhuwah islamiah sekalipun? Padahal, apa landasan ukhuwah itu? ya silaturahmi, selain itu mungkin ada kesamaan pemikiran.
Kedua pilihan tadi membuat bentuk lain dalam suatu persaudaraan. Apakah memang pemikiran yang berbeda ini yang membuat silaturahmi menjadi asing.
Apapun kondisinya, sebenarnya silaturahmi terbentuk dari sikap mau bersama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar