Rabu, 30 September 2009

Padang...

Masih belum lepas ingatan gempa 2007 lalu di padang. ramadhan menjadi ujian yang indah dari tiap sentuhan Tuhan melalui gempa. Detak2 itu menyusupkan getaran di dada yang sangat dalam. Petang kemarin kota itu kembali terguncang. Kabar yang kuterima dari TV atau media lain, korban tewas dperkirakan ratusan, ribuan rumah roboh dan kantor serta banyak lagi yang lain yan g juga rusak berat akibat guncangan...
Bisa kurasakan betapa hebat guncangannya. 7.6 SC ternyata begitu mengagetkan banyak makhluk d padang. sama, dulu aku rasakan 7.1 saja terasa hebat. kaki ini tak kuasa menahan tubuh ketika berdiri. Tuhan serasa dekat saat itu... Tuhanku mengajari akan makna KebesaranNya...
Bumi yang bergetar ini tak mampu menahan KuasaNya. jiwaku melayang mengarungi samudra indonesia dan hinggap di ranah penuh kenangan itu. Padang Kota tercinta, kujaga dan ku bela, begitulah slogan kota ini yang masih saja melekat du lembar memori otaku.
Pagi ini, q masih saja belum bisa menghubungi orang2 padang...
padang..kampung halaman ketiga buatku... meski di sana tak ada keluarga.. cukuplah handai taulan di negeri rantau itu yang membuat padang nyaris menjadi negeri favorit sampai sekarang. keindahan pantai dan semua yan khas dari kota itu membuatku memahami arti kehidupan. Sekarang kota itu entah bagaimana bentuknya, hancur dan luluh lantak. pasar, kantor, atau mungkin kosanku pun menjadi reruntuhan.
Masih ingat ketika gempa, disusul isu Tsunami, sedang laut sejarak kurang 1 km, ditambah mati lampu dan arus pengungsi yang semakin tegang. Dunia serasa mau habis ketika itu. Tapi Tuhan terasa begitu dekat... Menghampiri dan seperti mengajak bersabar, teguh, dan tetap sigap menghadapi gerakan alam yang mungkin saja tiba2 terjadi.
Sementara orang2 panik, aku yang tak bisa berbuat apa2 lagi mencoba pasrah. Aku ikut Maunya DIA. Diam dan mencoba menjadi pucuk2 yang tenang. Duduk di pinggir jalan yang mulai macet oleh mobil2 yang sarat pengungsi. di malam yang larut dan gelap tanpa penerangan. Semua memanggil Tuhan... Allah datang dengan senyum dan menghangatkan dingin malam. juga aku dan bungkusanku. Aku membawa tas kemana-mana untuk menyelamatkan sekelumit benda yang kupunya di ranah minang ini. Isinya sepotong kaos lengan panjang, kerudung, rok dan baju dalam yang kupikir akan bisa kupagai ganti. Di telp tadi ibuku juga pesan, bawalah gula untuk mengganti lapar ketika di pengungsian jika memang di sana nanti tidak ada makanan. aku jga bawa botol air mineral kecil yang isinya tinggal separoh lagi. tak lupa kumasukkan ijazah terakhirku... mungkin ini masih aku perlukan jika memang kondisi sulit akan terjadi. Dan aku siap mengungsi. Entah kemana, yang penting menyelamatkan diri. Karena sampai malam ini gempa masih berkekuatan tinggi, 5.5 SC. kami terus memantau berita melalui telepon gengam seseorang di kompleks itu yang canggih. sehingga jika gempa terus menerus naik, maka kami langsung mencari tempat yang tinggi. Palingtidak daerah siteba, lubuk alung atau kuranji masih aman. itu adalah daerah bukit yang lebih tinggi dari sini. Namun hambatan kendaraan dan jalan yang semakin macet membuat kami tak tau harus bagaimana lagi.
Anak2 maba dari Jambi terlihat sesenggukan, takut jika keadaan parah. Tak ingin menambah daftar sedih, aku mendaratkan tubuhku di dudukan bambu dinggir jalan. diam sendiri dan mencoba menikmati semuanya. air mukaku meleleh.. deras dan menjauh dari mata. aku tiba2 merasa Tuhan sayang sekali... inilah bentuknya. Trimakasih.
Waktu itu jaringan seluler masih jalan. Komunikasiku dengan sejumlah teman dan keluargaku juga masih sempat terjadi. Mereka tampak khawatir. dan aku mencoba untuk tak menonjolkan rasa panik. ini semua harus dijalani.

kokoh dengan karya

Semakin banyak karya maka hidup akan semakin berarti. berarti tiddak diam, gerakannya bernilai dan mampu memberi arti pada sekitarnya. bila tak bisa bicara dengan baik maka cobalah untuk diam, namun jika belum bisa berkarya maka jangan coba-coba diam... teruslah bejlajar, buat karya sebanyak mungkin dari seluruh pengalaman yang kau rasakan. karena orang yang diam adalah mereka yang putus dari asanya. terputusnya sambungan ii berarti mati pula.
seperti seorang ibu kang kujumpai dalam kereta ekonomi sewaktu pulang k Gurah. dia begitu semangat dan pantang menyerah. bayangkan, ditengah penuh sesaknya kahuripan yang menuju kediri, bahkan seluruh penumpang dari stasiun setelah padalarang sudah tidak bisa masuk lagi, tapi dia masuk. Padahal dia berada di stasiun ke 8 atau sembilan mungkin. Ketika dia punya asa, maka tak ingin asa itu lepas begituu saja hanya karenya kondisi yang tak memungkinkan. dengan seluruh cara, maka ia bisa masuk. Caranya? ia tyak membunuh asa itu, asa itu justru hidup dan bergejolak mendorong tubuhnya masuk ke gerbong yang pintunya hanya sedikit saja terbuka. Padahal tubuh ibu itu lumayang besar dan umurnya pun mungkin lebih sepuh dari para pensiunan di awal waktu.
Apapu yang menghalangi niatnya pulang segera ditepis, sambil berpositif thinking bahwa ia akan pulang hari itu juga.
Begitulah asa

Rabu, 09 September 2009

masih di kota satu

Beranjak dari titian waktu yang dini menuju redup nyala yang liar dan meradang... Dalam kehimpitan semua yang mendorong, tiba2 aku diam di telaga nanah yang tak pernah kujumpai sebelumnya. semua meggila dan mereguk racun... dunia apa yang sedang kulewati....Amarroh kah? ini kan dunia nya para pecundang sejati yang kalah dalam memilih tapi malu mengakui. Dan kemudian melegalkan "pilihan" yang bukan pilihannya itu. ahhh...MAAf
Tapi aku ingin pergi meninggalkan kota ini, aku tak mau menjadikan kota ini sebagai lingkunganku... hmm... sepertinya ramadhan memberikan kursinya padaku untuk terbang jauh dari kota ii dan menjumpai kota lain yang lebioh baik, lebih nyaman, bersesan intelek dan penuh dengan logika yang akan membawa diri ini pada pilihan-pilihan yang sejati. inilah sebuah lingkungan yang merdeka tanpa menmgenal lemah dalam pilihan.
Dan inilah yang disebut kota satu dalam perjalanan. sebentar lagi aku akan menuju kota jiwa berikutnya.
Pesawat ini membawa tubuhku menuju ke angkasa, melewati dataran awan yang menggumpal putih kebiruan... Angin sepeprtinya lumayan kencang menderu menembus badan pesawat yang mengantar sekaligus melindungi ku dalam perjalanan.

Rabu, 02 September 2009

Banyak rencana, hanya bertengger di kepala

hidup tidak boleh sekadar sampai di sini saja. banyak lagi dan lagi dan lagi yang musti di jalankan. Jangan mandeg, GAWAt itu... Bahkan otak kita dan seluruh isinya juga sel2 tubuh kita bergerak, semua yang dalam KekuasaaNya bergerak, Dia yang menggerakkan. Makanya... ya Allah... aku siap kau gerakkan....
Planning hidup belum sepenuhnya usai. ini baru awal bung... Belum tuntas melaksanakan tugas. bukan untuk apa apa tapi untuk Yang Punya apa-apa.
Pertama, tingkatkan kualitas diri. Dalam hal apapun. Otak perlu ditingkatkan kualitasnya dengan asupan yang bermutu dan kadar yang diperlukan. karenasebenarnya di dalam otak semua hal diatur, termasuk merasakan sensasi emosi. Hati? tenntu saja, ia memerlukan energi untuk terus merasa. Membuatnya bisa merasa, bukan sekadar merasa bisa. Tubuh, anggotanya banyak sekali, seperti halnya tangan, kaki, mulut, mata, semuanya harus meningkat kualitasnya. Bukan sekadar seperti sekarang, namun lebih dari itu, kalau tangan sekarang baru bisa mengetik, maka berikutnya ia bisa membuat artikel yang lebih baik, dan berikutnya ia bisa menghasilkan novel, atau karya lain yang lebih baik.
Kedua, planing yang berhubungan dengan eksternal diri kita, termasuk hubungan kita dengan pasangan, keluarga, maupun dengan teman dan ini biasanya disebut silaturahim. Semua hubungan itu harus juga "naik tangga" menjadi lebih baik dan berkualitas.