Dari mana memulai tulisan ini. Dimulai dari mana sebuah rasa bisa dibahasakan. Sembilan tahun yang lalu, aku mulai tau dunia ini tak ingin sendirian hidup. masing2 diantaranya mencari perlindungan. Dan sama denganku, aku juga mencari perlindungan atas eksistensiku berada di sini. atas apa aku hidup? Maka aku menjelajahi dunia pengejawantahan diri melalui berbagai ruangan, kota2 yang kutempuh dan perbandingan idealisme yang selalu berjalan bersama pemikiran dan persembahan pada dunia.
Masa kecil, dunia kanak2 yang juga penuh ambisi, ingin menjadi yang terbaik dalam dunianya. Berlatih seni, karate dan banyak hal. Mengatasi remaja dengan mencari jatidiri lewat lembaga2 yang bagiku sangat esensial menciptakan remaja argumentatif di kalangan sekitarnya. Lalu seorang guru berkarakter membukakan sebuah pintu dengan idealisme baru, aku menyukai dunia jurnalisme. Mencari dan berburu berita untuk bisa kuberikan pada sekitar, bagiku ini wujud pengejawantahan yang super canggih. Sehingga aku terpaut di ruangan itu hingga kini, meski sekarang yang terpaut hanya otakku dan hatiku. Tapi tak apa2, bagiku ini kemerdekaanku yang sesungguhnya. Aku bangga punya idealisme,dan masih hidup dalam nyawaku.
Pencarian tak berhenti, tampaknya Sang aku tak mau diam di satu ruang. Ada yang lebih indah, yang menawarkan kesejatian. Saat semua menjadi tak ada apa2nya ketimbang rasa yang baru tersibak. Oh...Dia mengenalkan DiriNYA. Melalui jalanan panas yang kususri sendiri, terkadang penuh penyesalan, kenapa aku tak seberuntung teman lain yang pulang pergi dengan kendaraan pribadi. Paling tidak bisa meloloskanku dari jeratan satpam sekolah bila sudah waktu bel. Dan bisa bermain sesukanya. Ternyata Tuhan menemani langkah di sepanjang jalan ini. OOhhh sangat indah masa itu, derai2 tak ada bedanya dengan tertawa lepas yang menggembirakan. Ternyata coklat dan air mata tak jauh beda, sama2 manis dan menenangkan. Tp yang ini lebih melegakan jiwa.
Maka dari itu, aku katakan dengan lugas bahwa hari ini kusudahi saja semua yang tak berhubungan dengan WAJAh Agung itu. meski badan seperti lunglai, tapi nyawaku tak mau sudah. Maju dan maju. Sepanjang jalan seperti penuh bisikan dari langit.
LARIIII
aku ingin terbang melintasi gurun sahara, mengabarkan berita naif yang ku baca
Tuhan....
biarlah aku cukup bersamaMu
karna hanya Engkau yang menawarkan cinta sejati...
seperti 9 tahun lalu, ketika kubungkam erat hatiku...
dan kupersembahkan untukMu...
hanya.
ketika kubuka.. ternyata aku pedih, kecewa dan tersungkur.
Maka waktu ini, aku akan seperti dulu. Hanya untukMU.
Hanya...
biarlah cukup denganMu.
tak perlu yang lain.
denganMu, pelukMU, Belai itu, tak terduakan... SEJATI
Maaf jika ketika hatiku terbuka, Kau pergi semata tak mau diduakan.
sekarang aku tau rasanya itu. Maka, denganMU saja semua sirna...
tak ada tempat jiwa.. selain ENGKAU
SEJATI
dia, yang diikat dengan akad ternyata bukan juga sejati, bukan
tak bisa memiliki semuanya. hanya DIA sejati itu.
Meski telah kuperjuangkan demi melintasi samudra, kukayuh perahu di atas awan dengan airmata pun tak berarti apa2.
Meski belantara itu mencibiri perjalanan ini dengan angkuh kokohnnya... namun kaki yang melaju ini sekarang ringkih juga.
maka, Sang MAha Kuasa akan memberikan kaki yang kokoh ketika berjalan rindu padaNYA.
Ohh... Fathimah yang suci... Pemimpin Perempuan2 seluruh dunia.
terimakasih untuk contoh dari mu.
tentang rasa yang hanya bisa diukur dengan rasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar